Monday 6 July 2015

Mahasiswa: Menuju Ibu Kota

Lawang Sewu, pintu kamar asrama

Selama di bulan puasa dan di bulan ujian akhir ini, jadwal tidurku sangat berubah total. Siang menjadi malam, dan malam menjadi siang. Mungkin karena waktu disini yang serasa malam lebih pendek, atau hanya perasaanku saja.

Sholat tarawih berakhir sekitar pada pukul 22.00 dan berbuka puasa pada pukul 19.35 malam. Belajar selama 2 jam saja, saya sudah berada di hari lain. Belum lagi, buku catatan dan materi kuliah yang berlembar – lembar mengantri untuk disantap habis. Tidak ada rasa kantuk yang saya rasakan saat itu.

Sesekali, saya mengintip aplikasi browser untuk sedikit menghibur rasa jenuh karena berlembar – lembar kertas berada di atas meja. Jejaring sosial twitter yang selalu update setiap detik karena berita terbaru, facebook dengan segala curhatan warganya, dan berita lainnya dari dalam dan luar negeri menemani saya. Oh, besok siang adalah ujian terakhirku.

Tetapi saya beranggapan besok bukan ujian terakhirku. Terakhir untuk semester ini memang benar tetapi tidak untuk ujian hidup yang akan saya hadapi besok dan seterusnya. Tiga hari dari ujian itu, saya harus berkemas membersihkan kamar asrama meninggalkan kampus menuju ibu kota.

Memang setiap sesi semester berakhir, kita harus mengemas barang – barang kita dari dalam kamar asrama untuk ditempatkan di ruang penyimpanan. Tradisi ini membentuk kita untuk selalu berpikir kesekian kalinya dalam membeli barang. Berat tidaknya bagasi kita tergantung berapa banyak barang yang kita punya.

Nomaden adalah kata yang tepat untuk kita. Saya juga tidak mengetahui kemana saya akan tinggal di semester depan. Hanya Tuhan dan staff asrama yang akan menentukan. Informasi lanjutan akan berada di portal kampus.

Kehidupan berasrama memang sangat mengasyikan. Tinggal di ruangan berpenghuni 2 orang, bertetangga dengan mayoritas orang melayu, dan bertoilet luar yang memungkinkan kita berinteraksi dengan teman lain. Internet yang lumayan cepat dan listrik sudah gratis.

Menanggung masalah bersama karena ketidaktersedianya air di pagi hari dan terkadang listrik yang tiba - tiba mati sudah kami lewati. Itu adalah bencana besar buat kami. Memang tidak selalu terjadi, hanya sekali dua kali dalam setahun. Saya sangat menikmati itu.

Saya telah membeli tiket bis hari sebelumnya, dan akan berangkat pada pukul 10 pagi. Serangan insomnia telah terjadi, bukan akibat dari ‘demam panggung’ karena besok akan pergi tetapi karena pola tidur di bulan ini telah berubah. Saya memang sengaja bertahan untuk bangun sampai pukul 9 pagi. Rencana akan tidur di perjalanan.
Bus di pengisian bahan bakar.

Teman saya Huda, mengantarku berpacu dengan waktu yang mepet. ‘Serangan fajar’ juga menyerangku saat itu. Tak ada pilihan. Toilet yang layak berada di KFC seberang terminal.

“Potato wedges satu bang. Bungkus!” saya memesan.
“Hanya itu?” Staff KFC tersebut menanyakan.

Saya hanya butuh toiletmu. Kalaupun toilet ini gratis tentunya saya tidak akan membeli barangmu ini. Saya membeli karena terpaksa. Terlebih lagi saya sedang berpuasa. Huda sedang bersiap memberitahuku jika bis datang sambil bermain game COC.

Bis semakin jauh meninggalkan terminal. Seperti rancangan awal, saya tertidur pulas di kursi bis yang membawaku ke Kuala Lumpur. Melintasi mulusnya jalanan Malaysia yang entah kapan Indonesia akan sedikit berbenah, bukan hanya sekedar wacana.


(Bersambung). . .
Share:

1 comment:

  1. very cool website Man Excellent Amazing I will bookmark your site and take the feeds also.
    I'm happy to seek out a lot of useful info right here within the submit we want work out extra techniques
    on this regard thanks for sharing.
    Cosmetic Dentistry Ryde

    ReplyDelete